Minggu, 28 Oktober 2012

DASAR-DASAR K3

A. SEJARAH K3 Sejak zaman purba pada awal kehidupan manusia, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia bekerja. Pada saat bekerja mereka mengalami kecelakaan dalam bentuk cidera atau luka. Dengan akal pikirannya mereka berusaha mencegah terulangnya kecelakaan serupa dan ia dapat mencegah kecelakaan secara preventif. Selama pekerjaan masih dikerjakan secara perseorangan atau dalam kelompok maka usaha pencegahan tidaklah terlalu sulit, sifat demikian segera berubah, tatkala revolusi industri dimulai, yakni sewaktu umat manusia dapat memanfaatkan hukum alam dan dipelajari sehingga menjadi ilmu pengetahuan dan dapat diterapkan secara praktis. Penerapan ilmu pengetahuan tersebut dimulai pada abad 18 dengan munculnya industri tenun, penemuan ketel uap untuk keperluakn industri. Tenaga uap sangat bermanfaat bagi dunia industri, namun pemanfaatannya juga mengandung resiko terhadap peledakan karena adanya tekanan. Selanjutnya menyusul revolusi listrik, revolusi tenaga atom dan penemuan-penemuan baru di bidang teknik dan teknologi yang sangat bermanfaat bagi umat manusia. Disamping manfaat tersebut, pemanfaatan teknik dan teknologi dapat merugikan dalam bentuk resiko terhadap kecelakaan apabila tidak diikuti dengan pemikiran tentang upaya K3. Sebagai gambaran sejarah K3: Kurang lebih tahun 1700 sm. Raja Hamurabi dari kerajaan Babylonia dalam kitab undang-undangnya menyatakan bahwa: ” Bila seorang ahli banguanan membuat rumah untuk seseorang dan pembuatannya tidak dilaksanakan dengan baik sehingga rumah itu roboh dan menimpa pemilik rumah hingga mati, maka ahli bangunan tersebut dibunuh”. Zaman Mozai lebih kurang 5 abad setelah Hamurabi, dinyatakan bahwa ahli bangunan bertanggungjawab atas keselamatan para pelaksana dan pekerjanya, dengan menetapkan pemasangan pagar pengaman pada setiap sisi luar atap rumah. Leih kurang 80 tahun sesudah masehi, Plinius seoarang ahli Encyclopedia bangsa Roma mensyaratkan agar para pekerja tambang diharuskan memakai tutup hidung. Tahun 1450 Dominico Fontana diserahi tugas membangun obelisk ditengah lapangan St. Pieter Roma. Ia selalu mensyaratkan agar para pekerja memakai topi baja. Peristiwa-peristiwa sejarah tersebut menggambarkan bahwa masalah K3 manusia pekerja menjadi perhatian para ahli waktu itu. Sejak revolusi industri di Inggris dimana banyak terjadi kecelakaan, dan banyak membawa korban, para pengusaha pada waktu itu berpendapat bahwa hal tersebut adalah bagian dan resiko pekerjaan dan penderitaan para korban, karena bagi pengusaha sendiri, hal tersebut dapat dengan mudah ditanggulangi dengan jalan memperkerjakan tenaga baru. Akhirnya banyak orang berpendapat bahwa membiarkan korban berjatuhan apalagi tanpa gantgi rugi bagi korban dianggap tidak manusiawi. Para pekerja mendesak pengusaha untuk mngambil langkah-langkah yang positif untuk menanggulangi masalah tersebut. Yang diusahakan pertama-tama ialah memberikan perawatan kepada para korban dimana motifnya berdasarkan peri kemanusiaan. Di Inggris pada mulanya aturan perundangan yang hampir sama telah diberlakukan, namun harus dibuktikan bahwa kecelakaan tersebut bukanlah terjadi karena kesalahan si korban. Jika terbukti bahwa kecelakaan yang terjadi adalah akibat kesalahan atau kelalaian si korban maka ganti rugi tidak akan diberikan. Karena para pekerja berada pada posisi yang lemah, maka pembuktian salah tidaknya pekerja yang bersangkutan selalu merugikan korban. Akibatnya peraturan perundangan tersebut diubah tanpa memandang apakah si korban salah atau tidak. Berlakunya perundangan tersebut dianggap sebagai permulaan dari gerakan keselamatan kerja, yang membawa angin segar dalam usaha pencegahan kecelakaan industri. HW. Heinrich dalam bukunya yang terkenal ”Industri Accident Prevention ”(1931), dianggap sebagai suatu titik awal, yang bersejarah bagi semua gerakan keselamatan kerja yang terorganisir secara terarah. Pada hakekatnya, prinsip-prinsip yang dikemukakan Heinrich di tahun 1931 adalah merupakan unsur dasar bagi program keselamatan kerja yang berlaku saat ini. B. LATAR BELAKANG Sejalan dengan pembangunan dewasa ini, kita akan memajukan industri yang maju dan mandiri dalam rangka mewujudkan Era Industrialisasi. Proses Industrialisasi maju ditandai antara lain dengan mekanisme, elektrifikasi dan modernisasi. Dalam keadaaan yang demikian maka penggunaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, instalasi-instalasi modern serta bahan berbahaya semakin meningkat. Hal tersebut disamping memberi kemudahan proses produksi dapat pula menambah dan ragam sumber bahaya di tempat kerja. Di dalam hal lain akan terjadi pula lingkungan kerja yang kurang memenuhi syarat, proses dan sifat pekerjaan yang berbahaya, serta peningkatan intensitas kerja operasional tenaga kerja. Masalah tersebut diatas akan sangat mempengaruhi dan mendorong peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan, Untuk itu semua pihak yang terlibat dalam usaha berproduksi khususnya para pengusaha dan tenaga kerja diharapkan dapat mengerti, memahami dan menerapkan K3 di tempat kerja masing-masing. Agar terdapat keseragaman dalam pengertian, pemahaman dan persepsi K3, maka perlu adanya suatu pola yang baku tentang K3 itu sendiri. C. TUJUAN K3 a. Menjamin kesempurnaan jasmani dan rohani tenaga kerja serta hasil karya dan budayanya. b. Mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan dan PAK (Penyakit Akibat Kerja) c. Menjamin: 1) Setiap tenaga kerja dan orang lainnya yang berada di tempat kerja mendapat perlindungan atas keselamatannya 2) Setiap sumber produksi dapat dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien 3) Proses produksi berjalan lancar Kondisi tersebut dapat dicapai antara lain bila kecelakaan termasuk kebakaran, peledakan, dan PAK dapat dicegah dan ditanggulangi. Oleh sebab itu setiap usaha K3 adalah: USAHA K3 = USAHA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KECELAKAAN ditempat kerja. Usaha K3 haruslah ditujukan untuk MENGENAL DAN MENEMUKAN SEBAB-SEBABNYA bukan gejalanya. Dengan demikian dapat semaksimal mungkin menghilangkan atau mengeleminirnya. D. PENGERTIAN ISTILAH 1. Pengertian K3: a. filosofi:K3 Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur. b. Keilmuan:K3 Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. c. Praktis:K3 Upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan ditempa kerja, serta melakukan pekerjaan di tempat kerja maupun sumber dan proses produksi dapat secara aman dan efisien dalam pemakaiannya. d. Potensi Bahaya (Hazard), suatu keadaan yang memungkinkan/dapat menimbulkan kecelakaan/kerugian berupa cedera, penyakit, kerusakan/kemampuan melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan. e. Tingkat Bahaya (Danger) merupakan ungkapan adanya potensi bahaya secara relatif. Kondisi yang berbahaya karena telah dilakukan beberapa tindakan pencegahan. f. Risiko (Risk) menyatakan kemungkinan terjadinya kecelakaan/kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu. g. Insiden, ialah kejadian yang tidak diinginkan yang dapat dan telah mengadakan kontak dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas badan atau struktur. h. Kecelakaan, ialah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau harta benda. i. Aman/selamat. Kondisi tidak ada kemungkinan malapetaka (bebas dari bahaya) j. Tindakan tak aman, adalah suatau pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang memberikan peluang terhadap terjadinya kecelakaan. k. Keadaan tak aman, adalah suatu kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya yang mungkin dapat langsung mengakibatkan terjadinya kecelakaan. E. PRINSIP DASAR PENCEGAHAN KECELAKAAN. 1. Rentetan Kejadian Kecelakaan Pencegahan kecelakaan adalah ilmu dan seni, karena menyangkut masalah sikap dan prilaku manusia, masalah teknis seperti peralatan dan mesin, dan masalah lingkungan. Pengawasan diartikan sebagai petunjuk atau usaha yang bersifat koreksi terhadap permasalahan tersebut. Usaha pencegahan kecelakaan adalah faktor penting dalam setiap tempat kerja untuk menjamin K3 dan mencegah adanya kerugian. Sebelum mulai melakukan usaha pencegahan kecelakaan rangkaian kejadian dan faktor penyebab kejadian kecelakaan harus dapat diidentifikasi, untuk dapat menentukan faktor penyebab yang paling dominan. Rangkaian kejadian dan faktor penyebab kecelakaan dikenal dengan ”TEORI DOMINO” Gambar diatas menunjukkan rangkaian/deretan faktor-faktor penyebab kejadian kecelakaan. (by.Frank birds’s Jr) a. Kelemahan pengawasan oleh manajemen (lack of control management) Pengawsan ini diartikan sebagai fungsi manajemen yaitu Perencanaan, pengorganisasian kepemimpinan (pelaksana) dan pengawasan. Partisipasi aktif manjemen sangat menentukan keberhasilan usaha pencegahan kecelakaan seorang pimpinan unit disamping memahami tugas opersional tapi juga harus mampu: • Memahami program pencegahan kecelakaan • Memahami standard, • mencapai standard • Membina, mengukur dan mengevaluasi performance bawahannya Inilah yang dimaksud dengan control b. Sebab dasar Pada hakekatnya ini merupakan sebab yang paling mendasar terhadap kejadian kecelakaan yang meliputi antara lain: • Kebijkasanaan dan keputusan manajemen • Faktor manusia / pribadi misalnya • Kurang pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman • Tidak adanya motivasi, dan • Masalah phisik dan mental • Faktor lingkungan / pekerjaan, misalnya • Kurang/tidak adanya standard • Desain dan pemeliharaan yang kurang memadai • Pemakaian yang abnormal c. Sebab yang merupakan gejala (Sympton) Ini disebabkan masih adanya substandard practices and conditions yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Dalam hal ini kita kenal dengan tindakan tak aman dan kondisi tak aman. Faktor-faktor ini sebenarnya adalah sympton (gejala) atau pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres apakah pada sistem ataukah pada manajemen. d. Kecelakaan Jika ketiga urutan diatas tercipta, maka besar atau kecil akan timbul peristiwa atau kejadian yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan yang dapat mengakibatkan kerugian dalam bentuk cidera dan kerusakan akibat kontak dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas badan atau struktur. 2. Metode Pencegahan Kecelakaan Pencegahan kecelakaan adalah merupakan program terpadu koordinasi dari berbagai aktivitas, pengawasan yang terarah yang didasarkan atas”sikap, pengetahuan dan kemampuan” .Ada beberapa ahli yang mengembangkan teori pencegahan kecelakaan sebagai berikut: Dalam kegiatan pencegahan kecelakaan dikenal ada 5 tahapan pokok yaitu: a. Organisasi K3 • Dalam era industrialisasi dengan komplesitas permasalahan dan penerapan prinsip manajemen modern, masalah usaha pencegahan kecelakaan tidak mungkin dilakukan oleh orang per orang atau secara pribadi tapi memerlukan keterlibatan banyak orang, berbagai jenjang dalam organisasi yang memadai. Organisasi ini dapat dibentuk stuktural seperti Safety Departement (Departemen K3), fungsional seperti Safety Committee(Panitia Pembina K3) Agar organisasi K3 ini berjalan dengan baik maka harus didukung oleh adanya: Seorang pimpinan (Safety Director) • Seorang atau lebih teknis (Safety Engineer) • Adanya dukungan manajemen • Prosedur yang sistematis, kreativitas dan pemeliharaan motivasi dan moral pekerja b. Menemukan fakta atau masalah Dalam kegiatan menemukan fakta atau masalah dapat dilakukan melalui survey, inspeksi, observasi, investigasi dan review of record c. Analisis Pada tahab analisis adalah proses bagaimana fakta atau masalah yang ditemukan dapat dipecahkan. Pada tahap analisis pada umumnya harus dapat dikenali berbagai hal antara lain: • Sebab utama masalah tersebut • Tingkat kekerapannya • Lokasi • Kaitannya dengan manusia maupun kondisi d. Pemilihan/Penetapan alternatif/Pemecahan Dari berbagai alternatif pemecahan perlu diadakan seleksi untuk ditetapkan satu pemecahan yang benar-benar efektif dan efisien serta dapat dipertanggung jawabkan e. Pelaksanaan Apabila sudah dapat ditetapkan alternatif pemecahan maka harus diikuti dengan tindakan atau pelaksanaan dari keputusan penetapan tersebut. Dalam proses pelaksanaan diperlukan adanya kegiatan pengawasan agar tidak terjadi penyimpangan. Atas dasar tahapan metode pencegahan kecelakaan tersebut para ahli banyak mengembangkan berdasarkan pada aplikasi dan sudut pandang masing-masing sebagai contoh, metode pencegahan kecelakaan yang dikembangkan oleh johnson, mort dalam bentuk ” The Performance Cycle Model” Pada dasarnya tahapan kegiatan usaha pencegahan dari johnson, Mort lebih sederhana dengan tidak melihat adanya organisasi. Menurut International Labour Office (ILO) langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menanggulangi kecelakaan kerja antara lain; 1. Peraturan perundang-undangan 2. Standarisasi 3. Inspeksi 4. Riset teknis 5. Riset Medis 6. Riset Psychologis 7. Riset statistic 8. Pendidikan 9. Latihan 10. Persuasi 11. Asuransi 12. Penerapaan 1 s/d 11 tersebut diatas langsung di tempat kerja 3. Analisis Kecelakaan Kerja Di Indonesia setiap keajdian kecelakaan kerja wajib dilaporkan kepada Departemen Tenaga Kerja selambat-lambatnya (dua) kali 2 jam setelah kecelakaan tersebut terjadi. Ada dua undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-undang No.3 Tahun 1992 tentang Jamsostek Kecelakaan kerja yang wajib dilaporkan adalah kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja maupun kecelakaan dalam perjalanan yang terkait dengan hubungan kerja. Tujuan dari kewajiban melaporkan kecelakaan kerja ialah: 1. Agar pekerjaan yang bersangkutan mendapatkan haknya dalam bentuk jaminan dan tunjangan. 2. Agar dapat dilakukan penyidikan dan penelitian serta analisis untuk mencegah terulangnya kecelakaan serupa. Laporan kecelakaan kerja umumnya ringkasan dan mengikuti bentuk/formulir tertentu yang menggambarkan kejadian kecelakaan tersebut disertai rekomendasi langkah pencegahan. Laporan kejadian disertai dengan suatu analisis terhadap faktor penyebab kecelakaan kerja baik faktor manusia maupun faktor kondisi yang berbahaya. Mengingat bahwa kecelakaan kerja merupakan disfungsi sistem suatu unit, dengan demikian objekanalisis tidak hanya pada unsur manusia/pekerja dan lingkungan, namun harus menelusuri kembali disfungsi elementer, termasuk hal-hal yang mendahului kejadian kecelakaan kerja (near accident/incident). Analisis kejadian kecelakaan kerja merupakan kilas balik langkah demi langkah sesuadah terjadi kecelakaan. a. Tujuan Analaisis Kecelakaan • Analisis kecelakaan kerja yang efektif harus dapat • Menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi • Menetukan sebab yang sebenarnya • Mengukur resiko • Mengembangkan tindakan control • Menentukan kecendurungan (trend) • Menunjukkan peran serta b. Apa yang dianalisis • Setiap kecelakaan yang terjadi, termasuk yang tidak membawa kerugian • Setiap kecelakaan yang membawa kerugian • Keadaan hampir celaka (incident) dan keadaan near miss (hampir celaka) c. Siapa Petugas Analisi • Petugas yang berwenang dan mempunyai kemampuan dan keahlian untuk tugas tersebut • Pengawasan kerja lini (line supervisor) • Dapat dilakukan oleh manajer madya d. Langkah-langkah Analisis • Tanggap terhadap keadaan darurat dengan cepat dan positif segera ambil langkah pengamanan dan pengendalian di tempat kerja • Kumpulan informasi yang terkait • Analisa semua fakta yang penting • Kembangkan dan ambil tindakan perbaikan • Membuat laporan analisis e. Cara Analisis Analisi diawali dengan mengumpulka informasi sehingga dapat menerengkan dengan jelas dan runtut kejadian kecelakaan secara tepat, jelas dan objektif. Analisis menyusun sejumlah fakta yang mmendahului (anteseden) kecelakaan tanpa-tanpa interprestasi atau menyatakan pendapat pribadi. Ada 2 (dua) hal karakteristik anteseden, yaitu: 1. Anteseden tidak tetap, hanya terjadi sekali-sekali/tidak tetap 2. Aneseden tetap, merupakan penyebab penting dengan atau anteseden tidak tetap Informasi dikumpulkan di tempat kejadian segera setelah terjadi kecelakaan. Penyidikan dan analisis sebaiknya dilakukan oleh petugas yang terlatih atau petugas yang telah mengenal dengan baik tempat kerja tersebut. Informasi diperoleh dari korban, saksi mata, teman sekerja, pengawas kerja dan lain-lain. Infroamsi dapat dilengkapi dengan laporan teknis untuk mendukung analisis. Dalam analisis kecelakaan kerja pertama kali harus mencari fakta yang mendahului (anteseden) yang tidak tetap dan mencari hubungan logik. Kemudian cari anteseden tetap yang berperan terhadap kecelakaan. Dalam menyusun analisis, seorang analisis bekerja mundur, mulai dari cidera, kejadian kecelakaan, anteseden tetap dan tidak tetap yang langsung berkaitan dengan kejadian kecelakaan dan anteseden lain yang mendahului. Kaitan antara anteseden dengan kejadian kecelakaan digambarkan dengan bagan yang disebut pohon penyebab. Pohon penyebab memperlihatkan semua anteseden yang ditemukan yang menjurus kepada kejadian kecelakaan serta memperlihatkan hubungan yang logis serta berurutan. Pohon penyebab menunjukkan suatu rangkaian anteseden yang secara langsung atau tidak dapat menyebabkan kecelakaan, mulai dari akhir kejadian, yaitu cidera. Untuk setiap fakta/penyebab yang mendahului (anteseden) secara sistematis ditanyakan: a. Anteseden (misalnya a) mana yang jadi penyebab langsung anteseden lainnya (misalnya b) b. Bila antesedn a tidak jadi penyebab anteseden b maka anteseden mana saja yang jadi penyebab (misalnya a1,a2 an) dan seterusnya. Dalam menyusun diagram pohon penyebab, seorang analis perlu meluruskan dan mencari fakta baru sehingga kadang-kadang jauh kebelakang kejadian. Untuk mencegah kecelakaan serupa, semua faktor-faktor penyebab dihilangkan, khususnya faktor yang dominan. Analisis kecelakaan kerja disamping merupakan usaha mencari penyebab kecelakaan, mencegah kecelakaan serupa, juga sangat diperlukan dalam sistem statistik kecelakaan. Oleh karena itu laporan analisis kecelakaan harus dapat menggambarkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bentuk kecelakaan-type cidera pada tubuh 2. Anggota badan yang cidera akibat kecelakaan 3. Sumber cidera misal objek, pemaparan bahan 4. Type kecelakaan-peristiwa yang menyebabkan cidera 5. Kondisi berbahaya-kondisi fisik yang menyebabkan kecelakaan 6. Penyebab kecelakaan-objek, peralatan, mesin, berbahaya 7. Sub penyebab kecelakaan-bagian khusus dari mesin, peralatan yang berbahaya 8. Perbuatan tidak aman –suatu perbuatan atau tindakan yang menyimpang dari prosedur aman Analisis perlu disusun secara sistematis, didata dan dicatat untuk mendorong pelaksanaan K3 yang lebih baik. Hendaknya setiap kecelakaan yang terjadi, termasuk yang tidak membawa kerugian, keadaan yang disebut hampir celaka (incident) dan near miss perlu mendapat perhatian.

Jumat, 15 Juli 2011

Masalah Penanganan Keselamatan Kerja

Hampir lama sudah tidak memposting tulisan di blog ini, Gara-gara salah satu perangkat I/O PC saya rusak.ya terpaksa dech akhirnya lembiru ( baca : lempar beli baru ). Pada Postingan kali ini saya coba untuk menulis beberapa permasalahan yang ada didalam aspek Keselamatan Kerja.
Btw, Walaupun masalah keselamatan kerja sudah dianggap penting dalam aspek kegiatan operasi namun didalam pelaksanaannya masih saja ditemui hambatan serta kendala-kendala. Hambatan tersebut ada yang bersifat makro ( di tingkat nasional) dan ada pula yang bersifat mikro (dalam perusahaan).

Masalah Makro

Di tingkat nasional (makro) ditemui banyak faktor yang merupakan kendala yang menyebabkan kurang berhasilnya program keselamatan kerja antara lain :

Pemerintah
Masih dirasakan adanya kekurangan dalam masalah pembinaan (formal & non formal), bimbingan (pelayanan informasi, standar, code of pratice), pengawasan (peraturan, pemantauan / onitoring serta sangsi terhadap pelanggaran), serta bidang-bidang pengendalian bahaya.

Teknologi
Perkembangan teknologi perlu diantisipasi agar bahaya yang ditimbulkannya dapat diminimalisasi atau dihilangkan sama sekali dengan pemanfaatan ketrampilan di bidang pengendalian bahaya.

Sosial Budaya
Adanya kesenjangan sosial budaya dalam bentuk rendahnya disiplin dan kesadaran masyarakat terhadap masalah keselamatan kerja, kebijakan asuransi yang tidak berorientasi pada pengendalian bahaya, perilaku masyarakat yang belum sepenuhnya mengerti terhadap bahaya-bahaya yang terdapat pada industri dengan teknologi canggih serta adanya budaya “santai” dan “tidak peduli” dari masyarakat.
Faktor-faktor diatas ini akan ikut menentukan bentuk dan mutu penanganan usaha keselamatan di perusahaan.


Masalah Mikro

Masalah yang bersifat mikro yang terjadi di perusahaan antara lain terdiri dari :

Kesadaran, dukungan dan keterlibatan.
Kesadaran, dukungan dan keterlibatan manajemen operasi terhadap usaha pengendalian bahaya dirasakan masih sangat kurang. Keadaan ini akan membudaya mulai dari lapis bawah sehingga banyak para karyawan memilki kesadaran keselamatan yang rendah, disamping itu pengetahuan mereka terhadap bidang rekayasa dan manajemen keselamatan kerja juga sangat terbatas.

Kemampuan yang terbatas dari petugas keselamatan kerja.
Kemampuan petugas keselamatan kerja dibidang rekayasa operasi, rekayasa keselamatan kerja, manajemen pengendalian bahaya dirasakan sangat kurang sehingga merupakan kendala diperolehnya kinerja keselamatan kerja yang baik.
Akibat daripada kekurangan ini terdapatnya kesenjangan antara makin majunya teknologi terapan dengan dampak negatif yang makin tinggi dengan kemampuan para petugas keselamatan kerja dalam mengantisipasi keadaan yang makin berbahaya.

Standard, code of pratice
Masih kurangnya standard-standard dan code practice di bidang keselamatan kerja serta penyebaran informasi di bidang pengendalian bahaya industri yang masih terbatas akan menambah memperbesar resiko yang dihadapi.

Dengan sekelumit kendala diatas, mudah-mudahan dapat di cari sebuah solusi yang bijak, proposonal serta profesiaonal.

Senin, 11 Juli 2011

K3 Kebakaran

Pendahuluan

Pada Sekolah Kejuruan terdapat mata pelajaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), karena siswa SMK lebih sering praktek di Bengkel, Lab yang memungkinkan sekali terjadi kecelakaan. Kecelakaan banyak terjadi pada siswa karena mereka kurang dalam memperhatikan keselamatan, meskipun pada mata diklat sudah ada pelajaran K3. Bahaya kebakaran harus dipahami oleh setiap orang karena kebakaran bisa terjadi dimana-mana, selain merugikan diri sendiri juga orang lain, kebakaran yang terjadi dirumah tangga bisa mengganggu tetangga sebelah, kebakaran dibengkel sekolah akan merugikan pihak sekolah.

Untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan akibat kebakaran Pemerintah mengeluarkan undang -undang UU No. 1 Tahun 1970 “Dengan perundangan ditetapkan persyaratan keselamatan kerja untuk mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran”. Yang dikuatkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.186/MEN/1999 Tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja disebutkan dalam Pasal ayat 1 “Pengurus atau Perusahaan wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, menyelenggarakan latihan penganggulangan kebakaran di tempat kerja”.

Kebakaran diklafisikasikan menurut daerah masing – masing, klasifikasi kebakaran di Indonesia mengacu kepada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Per. 04/Men/1980 tanggal 14 April 1980 Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Klasifikasi tersebut adalah, Klas A: Bahan bakar padat (bukan logam), Klas B: Bahan bakar cair atau gas yang mudah terbakar, Klas C: Instalasi listrik bertegangan, Klas D: Kebakaran logam
Klasifikasi di Eropa sesudah tahun 1970 mengacu kepada Comite European de Normalisation sebagai berikut: Klas A: Bahan bakarnya bila terbakar meninggalkan abu, Klas B: Bahan bakar cair. Contoh: bensin, solar, spiritus dan lain sebagainya, Klas C: Bahan bakar gas. Contoh: LNG, LPG dan lain sebagainya, Klas D: Bahan bakar logam. Contoh: magnesium, potasium dan lain sebagainya.
Klasifikasi Amerika National Fire Protection Association (NFPA)sebagai berikut: Klas A: Bahan bakarnya bila terbakar meninggalkan abu, Klas B: Bahan bakar cair atau yang sejenis, Klas C: Kebakaran karena listrik, Klas D: Kebakaran logam.
Klasifikasi Amerika U.S. Coast Guard sebagai berikut: Klas A: Bahan bakar padat, Klas B: Bahan bakar cair dengan titik nyala lebih kecil dari 170 derajat Fahrenheit dan tidak larut dalam air misalnya: bensin, benzena dan lain sebagainya, Klas C: Bahan bakar cair dengan titik nyala lebih kecil dari 170 derajat Fahrenheit dan larut dalam air misalnya: ethanol, aceton dan lain sebagainya, Klas D: Bahan bakar cair dengan titik nyala lebih besar atau sama dengan 170 derajat Fahrenheit dan tidak larut dalam air misalnya:minyak kelapa, minyak pendingin trafo dan lain sebagainya, Klas E: Bahan bakar cair dengan titik nyala sama dengan atau lebih tinggi dari 170 derajat Fahrenheit dan larut dalam air misalnya: gliserin, etilin dan lain sebagainya, Klas F: Bahan bakar logam misalnya: magnesium, titanium dan lain sebagainya,Klas G: Kebakaran listrik.

Tindakan pencegahan terhadap kecelakaan akibat kebakaran

Untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran yang perlu diperhatikan adalah teknik dan taktik pemadaman kebakaran. Kebakaran sering terjadi karena kelalaian, kurang pengetahuan, peristiwa alam, disengaja. Media pemadam api yang biasa digunakan antara: air, busa, karbon dioksida, gas halon serta pasca halon dan serbuk kimia kering.

Dengan seringnya terjadi kebakaran, maka dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi para ilmuwan menciptakan berbagai alat pemadam api. Alat pemadam api dapat dikategorikan menjadi, satu alat pemadam api gerak yaitu yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain contohnya alat pemadam api ringan (APAR), mobil pemadam api, kedua pemadam api instalasi permanen contoh springkle, hydrant.

Untuk pencegahan kebakaran yang lebih besar seharus ada alat tanda bahaya kebakaran yang berupa Detektor Asap, Detektor Panas. Sehingga bisa diketahui adanya kebakaran secepat mungkin.

Langkah-Langkah ketika tarjadi kebakaran

* Selamatkan orang lain yang ada di tempat kejadian dalam usaha memadamkan api kebakaran selama masih mampu mengerjakan.
* Bunyikan bel atau lonceng dengan jalan memecahkan kaca fire alarm yang terdekat untuk memberitahukan adanya bahaya kebakaran.
* Laporkan kejadian di tempat terjadianya kebakaran ke salah seorang petugas jaga atau piket ke kantor atau pemimpin untuk mendapatkan bantuan dari dalam dan luar.
* Hentikan semua kegiatan pekerjaan, hentikan pula semua mesin-mesin dan putuskan semua aliran listrik, tutup dan amankan semua tempat-tempat gas.
* Bukalah semua pintu keluar dan keluarkan semua orang atau pekerja yang tidak bertindak mengatasi kebakaran.
* Tempatkan semua orang yang keluar itu di suatu tempat yang tenang dan aman, segeralah dipanggil menurut daftar hadir. Bila ternyata seseorang tidak ada dalam panggilan, segeralah teliti dimana orang itu.

Minggu, 10 Juli 2011

UU Keselamatan Kerja No.1 Tahun 70




Pasal 27 ayat (2) Undang-Undand Dasar 1945, menyatakan bahwa : “setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Atas dasar pasal 27 ayat (2) tersebut dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Tenaga Kerja, dimana pada pasal 9 Undang-Undang tadi dinyatakan sebagai berikut : “Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan kesehatan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama”.

Yang dimaksud tenaga kerja didalam rumusannya adalah manusia-manusia Indonesia yang telah mencapai usia kerja, mampu dan mau bekerja.

Dalam pengertian tenaga kerja tadi dibagi menjadi dua yaitu :

1. Tenaga Kerja Potensiil
2. Tenaga Kerja Aktif.

Tenaga Kerja Aktif inilah yang terkena oleh pasal 9 Undang-Undang No. 14 tahun 1969, tentang ketentuan pokok-pokok mengenai tenaga kerja.

Pada hakekatnya tenaga kerja sebagai manusia pada umumnya tentu mengharapkan selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaannya, atau dengan perkataan lain terhindar dari kecelakaan.

Sehubungan dengan itu dan atas dasar Undang-Undang No. 1 tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja. Walaupun nama Undang-Undang tersebut adalah Undang-Undang Keselamatan Kerja, namun materi didalamnya mencakup pula masalah Kesehatan Kerja.
Sebagai pertimbangan dikeluarkannya Undang-Undang No. 1 tahun 1970 antara lain adalah :

1.Agar setiap tenaga kerja yang berada ditempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat.

2.Agar setiap sumber produksi digunakan dan dipakai secara aman dan efektif.
Sasaran tersebut dimungkinkan terwujud apabila malapetaka atau kecelakaan yang mungkin timbul dapat ditanggulangi.

Dengan demikian sebagai tujuan pokok usaha Keselamatan Kerja adalah :

Pertama : Mencegah dan mengurangi peristiwa terjadinya kecelakaan termasuk kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja.

Kedua : Mengamankan tempat kerja, alat - alat kerja, bahan dan usaha produksi.

Ketiga : Menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat serta nyaman.

Sehingga kiranya dapat disimpulkan bahwa usaha keselamatan kerja tidak hanya mempunyai sasaran yang bersifat ekonomis saja, tetapi juga bersifat kemanusiaan.

Sabtu, 09 Juli 2011

Organisasi K3




Ketrampilan yang diperlukan untuk mengelola usaha keselamatan dan kesehatan dalam suatu organisasi tergantung pada banyak faktor. Bahaya dan resiko apa yang ada dalam organisasi? Jenis teknologi apa yang menjalankan organisasi? Apakah pekerjaan memerlukan profesional manajemen keselamatan dan kesehatan? Apakah memerlukan ketrampilan untuk mempengaruhi manajer operasi? Apakah memerlukan ketrampilan teknis untuk masukan pada rancangan peralatan dan fasilitas? Apakah masalah interpretasi legal diperlukan dalam pekerjaan ini?
Pada masa lalu, beberapa orang mempertimbangkan cara keselamatan secara sederhana sebagai mengikuti akal sehat. Pada saat ini, safety dapat dengan mudah diamati pada situasi dimana koreksi terlihat jelas. Usaha awal pada safety juga mencakup safety contest, safety slogans, dan safety poster. Ini memberikan usaha awal bahwa keselamatan dan kesehatan adalah suatu permainan dan bahwa setiap orang dapat melakukannya. Kemudian muncul tiga "E” dalam bidang safety : engineering, education, dan enforcement.

Beberapa orang menambahkan E yang kelima : enthusiasm. Menerapkan elemen-elemen ini akan memecahkan banyak permasalahan safety. Kita sekarang tahu bahwa terdapat pendekatan sederhana untuk menetapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan yang kokoh.
Para praktisi keselamatan dan kesehatan saat ini harus menghadapi dan memecahkan berbagai masalah rumit dengan peralatan yang baru dan lebih efektif. Ketrampilan yang diperlukan untuk menerapkan peralatan ini sekarang dikenal sebagai multifaceted. Beberapa sertifikasi profesional telah muncul. American Industrial Hygiene Association telah mengadopsi beberapa code yang mengatur para anggotanya. Mereka mempersyaratkan bahwa anggotanya “melakukan profesinya mengikuti prinsip-prinsip ilmiah yang dikenal dengan realisasinya bahwa kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan manusia tergantung pada ketetapan profesional mereka....”

Demikian juga, American Society of Safety Engineers mempunyai kode etik dan mengizinkan sertifikasi bahwa seseorang mempunyai bachelor degree dalam bidang safety dari institusi yang terakreditasi (atau pilihan lainnya), mempunyai empat tahun pekerjaan safety, memenuhi kriteria pemilihan dan lulus ujian Safety Fundamentals and Comprehensive Practice. Mereka menggambarkan profesional safety sebagai “seorang yang terlibat dalam pencegahan kecelakaan, insiden dan kejadian yang membahayakan manusia, property atau lingkungan. Mereka menggunakan analisa kuantitatif dan kualitatif terhadap produk yang sederhana dan kompleks, system, operasi dan kegiatan untuk mengidentifikasi bahaya.... Selain pengetahuan yang luas mengenai bahaya, pengendalian dan metode assessment, profesional safety harus mempunyai pengetahuan mengenai fisika, kimia, biologi dan ilmu perilaku, matematika, bisnis, pelatihan dan teknik pendidikan, konsep engineering, dan jenis-jenis operasi khusus...”

Derajat praktisi keselamatan dan kesehatan kerja yang perlu untuk menyusun dan menerapkan semua ketrampilan ini tentunya tergantung pada sifat bahaya dan pekerjaan dalam organisasi. Corporate downsizing telah mendorong praktisi safety menjadi kurang sebagai pelaksana dan lebih menjadi pendorong. Ini memerlukan penerapan ketrampilan fasilitasi, advokasi dan menjadi tim atau group leader. Bahaya dengan kecenderungan ini adalah potensi dilusi dan/atau disolusi dari praktek profesional keselamatan dan kesehatan. Apakah ini tampaknya akan dipertimbangkan sebagai pendekatan manajemen dengan cara profesional lain seperti biologi, akuntansi atau engineering?

Pada beberapa organisasi, Corporate CEO menempatkan diri sebagai pejabat kepala safety. Dalam kasus ini, gaya manajemen telah muncul pada titik dimana ini diketahui bahwa safety dimulai dari puncak. Organisasi besar mempunyai Senior Vice President Health Safety and Environment dengan staf profesional kesehatan dan keselamatan yang bekerja secara sentral atau secara tidak langsung melalui lini organisasi. Pada banyak perusahaan kecil atau menengah, personel yang menangani masalah keselamatan dan kesehatan memakai berbagai topi seperti sumber daya manusia atau manajemen fasilitas. Pemikiran organisasional yang muncul mempunyai keselamatan dan kesehatan yang terintegrasi dalam unit bisnis strategis dimana semua keperluan organisasi tersedia dalam kelompok. Beberapa orang menambahkan hal ini dengan meletakkan matriks kecil yang tersentralisasi dari ahli-ahli fungsional.

Sebagian besar ahli organisasional akan menyarankan bahwa keselamatan dan kesehatan perlu untuk sepenuhnya dihubungkan dengan aspek-aspek lain dari struktur organisasi. Menetapkan fungsi keselamatan dan kesehatan yang tersentralisasi secara kuat yang bekerja mengatur secara top-down jelas tidak masuk akal untuk suatu organisasi yang bekerja secara desentralisasi.

Dalam beberapa kasus, dimanapun kesehatan dan keselamatan ditempatkan dalam struktur, dengan maksud untuk keberhasilannya, kegiatan keselamatan dan kesehatan harus sepenuhnya dihubungkan dengan tujuan bisnis dari organisasi. Usaha kesehatan dan keselamatan harus memberikan nilai bisnis yang jelas dan dapat diukur. Diskusi dengan bagian-bagian kunci dari organisasi utnuk menentukan misi bersama dengan tujuan keselamatan dan kesehatan merupakan langkah pertama yang baik dalam penyelarasan ini. Menyediakan saran keselamatan dan kesehatan secara masuk akal dan profesional ke atas dan ke bawah dalam organisasi merupakan langkah selanjutnya untuk usaha yang berhasil serta bernilai.

Sabtu, 02 Juli 2011

KECELAKAAN INDUSTRI

Pendahuluan
Salah satu masalah yang hampir setiap hari terjadi di tempat kerja adalah kecelakaan yang menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan, seperti kerusakan peralatan kerja, cedera tubuh, kecacatan bahkan kematian. Apabila kematian menyangkut banyak nyawa, maka yang terjadi adalah bencana.
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya.
Bencana di industri (industrial disasters) dikategorikan sebagai bencana karena ulah manusia. Sesuai dengan jumlah korban yang terjadi misalnya sekitar 20 korban disebut bencana industri berskala kecil, 20 sampai 50 korban disebut bencana industri skala menengah dan bila menyangkut 50 100 orang atau lebih termasuk skala berat. Selanjutnya yang menjadi pokok pembicaraan kita adalah masalah kecelakaan Industri. Kecelakaan adalah kejadian yang timbul tiba-tiba, tidak diduga dan tidak diharapkan.
Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat kerja khususnya di lingkungan industri dan kecelakaan ini belum tentu kecelakaan akibat kerja, karena untuk sampai ke diagnose Kecelakaan Akibat Kerja harus melalui prosedur investigasi. Didalam terjadinya kecelakaan industri (studi kasus 3) tidak ada unsure kesengajaan apalagi direncanakan, sehingga bila ada unsure sabotase atau tindakan kriminal merupakan hal yang diluar makna dari kecelakaan industri.

Penyebab kecelakaan Industri
Setiap kecelakaan ada sebabnya, termasuk kecelakaan di industri, oleh karena itu kecelakaan dapat dicegah. Secara umum terdapat 2 hal pokok, yaitu: perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions).
Dari penelitian-penelitian yang telah sering dilakukan ternyata factor manusia memegang peran penting dalam hal timbulnya kecelakaan. Penelitian menyatakan bahwa 80% - 85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan faktor manusia.
Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya. Semuanya ini termasuk hal-hal yang dapat/berpotensi membahayakan para pekerja lazim disebut sebagai bahaya potensial (potential hazard).
Bahaya potensial di tempat kerja/di industri dapat berupa : bahaya-bahaya fisik, kimia, biologi, masalah ergonomi, dan masalah psikososial.

Akibat kecelakaan Industri
Sebagai akibat dari kecelakaan industri terjadi 5 jenis kerugian: kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan kecacatan, serta kematian.

Klasifikasi Kecelakaan Industri
Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :
1. Terjatuh, terdiri dari 2 jenis yaitu jatuh dari ketinggian, jatuh tanpa beda ketinggian, misalnya terpeleset dan tergelincir.
2. Tertimpa benda jatuh.
3. Tertumbuk.
4. Kontak/terkena benda berbahaya, misalnya zat kimia berbahaya, dengan benda panas.
5. Terperangkap di ruang tertutup.
6. Terjepit dan lain-lain.

Klasifikasi menurut penyebabnya :
1. Mesin
2. Alat angkut dan alat angkat
3. Peralatan lainnya : Diagram kebakaran; Bejana tekan (Boiler); Instalasi Pendingin; Instalasi listrik; Alat kerja dan perlengkapannya.
4. Bahan kimia/radiasi.
5. Lingkungan kerja.

Klasifikasi menurut sifat, luka dan kelainan :
1. Patah tulang.
2. Dislokasi.
3. Memar, dll.

Klasifikasi menurut letak kelainan di tubuh :
1. Kepala.
2. Leher.
3. Badan.
4. Anggota badan.

A. Kegiatan sebelum kecelakaan industri
Pada tahap ini perlu adanya penegasan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat serta penentuan jalur komunikasi-informasi harus ditentukan dengan mengacu pada peraturan yang berlaku (misalnya keharusan melapor kepada Dinas kesehatan dll). Kegiatan penting lainnya adalah menyediakan dan menyiapkan perbekalan dan peralatan di tempat strategis meliputi antara lain :

1. Peralatan pelindung bagi petugas penyelamat
Termasuk disini helm keselamatan, sepatu keselamatan, pakaian pelindung bahan berbahaya, dan lainnya seperti sumbat telinga, sarung tangan dan alat keselamatan berupa pengikat dan panahan tubuh (safety harnesses).

2. Peralatan medis
Peralatan darurat medis diletakan di kotak berlabel yang konstruksinya kuat dan mudah dibawa. Berisi alat pembidai, penahan tulang belakang, perban dan penutup luka serta peralatan lainseperti pipa bantupembuka jalan nafas, resusitator dan ventilator, peralatan infus dll. Alat pengikat dan selimut sebaiknya tersedia.

3. Lokasi pengobatan
Perlu ditentukan tempat yang pantas sebagai tempat untuk melakukan tindakan pertolongan medis, dapat berupa tempat yang kosong, atau klinik medis yang ada, atau ditempat yang mudah dijangkau mobil ambulans. Tempat pertolongan medis ini
sebaiknya cukup luas untuk pemeriksaan awal saat memilih kasus prioritas serta memudahkan tindakan pertolongan korban-korban dari kasus berat, sedang dan ringan.

4. Alat komunikasi
Komunikasi yang efektif adalah aspek penting saat kejadian kecela-kaan/bencana. Jaringan komunikasi memakai frekuensi yang sama sangat penting, untuk koordinasi antara tim medis dan petugas penyelamat lainnya (atau Tim penyelamat dari perusahaan). Handy-talkie sangat berguna bagi personil medis untuk berkomunikasi diantara mereka. Telepon selular dan jalur telephon khusus dapat dipergunakan untuk komunikasi tim medis di lapangan dan Rumah Sakit.

5. Pelatihan petugas kecelakaan
Industri Semua pekerja di perusahaan sebaiknya diperkemalkan dengan pertolongan pertama pada kecelakaan dan resusitasi jantung-paru. Staf medik seharusnya dilatih dalam Basic Training Life Support (BTLS). Idealnya semua dokter harus dilatih Advanced Trauma Life Support (ATLS).

6. Latihan Simulasi Kecelakaan
Latihan dan praktek penanganan kecelakaan industri seperti keadaan yang sesungguhnya harus benar-benar dilakukan. Mempelajari bencana ataupun kecelakaan yang telah lalu pada beberapa industri, tidaklah cukup karena walaupun perencanaan telah ada, mereka tidak dihadapkan pada keadaan yang sesungguhnya, hal ini menyebabkan lemahnya organisasi bahkan kacau balau ketika kecelakaan benar-benar terjadi. Seringkali pimpinan puncak tidak menguasai perencanaannya atau perannya dalam situasi kekacauan tersebut. Pelatihan seperti keadaan yang sesungguhnya harus diadakan pada interval tertentu secara rutin, mempersiapkan kerjasama dengan petugas penyelamat lainnya (atau tim dari perusahaan sendiri). Hal ini sangat penting untuk mengetahui lebih awal kekurangan pada perencanaan respon medik atau pengetahuan dan ketrampilan petugas sehingga dapat diperbaiki dan ditingkatkan lagi.

B. Kegiatan sewaktu terjadi kecelakaan
Walaupun ada variasi di lingkungan kerja industri, tetapi perencanaan penanganan kecelakaan medis termasuk penyelamatan, pemeriksaan awal untuk menentukan prioritas, stabilisasi dan evakuasi korban dari lokasi kejadian dapat diterapkan pada semua situasi kecelakaan. Kegiatan saat terjadi kecelakaan meliputi antara lain :

1. Penyelamatan awal
Saat kegiatan mulai, informasi tentang macam kecelakaan dan jumlah korban harus segera diketahui. Tim medis di lapangan harus melaporkan pada pimpinan penanggulangan kecelakaan. Hartus berhati-hati ketika memasuki daerah berbahaya (hazaedous area)
meskipun sudah dibersihkan. Evakuasi korban yang sulit dari lokasi rawan merupakan tanggung jawab petugas khusus yang berpengalaman atau terlatih misalnya dari kepolisian, Tim SAR dll. Dengan dukungan secara simultan dari petugas medis darurat dalam upaya penyelamatan. Kecepatan bertindak sangat penting, tetapi harus tetap berhati-hati agar tidak terjadi kecelakaan tambahan sewaktu melakukan penyelamatan, misalnya saat mengeluarkan korban dari mesin, reruntuhan gedung dan lain-lain. Personel medis harus selalu membuat penilaian cepat untuk mempertimbangkan sumber bantuan dan meminta hal-hal yang diperlukan untuk upaya penyelamatan ini.

2. Mengaktifkan bantuan sumber medis
Tiap negara biasanya mempunyai aturan yang berneda, di Indonesia misalnya pihak Kepolisian, ABRI, PMI, Tim SAR, Ambulan 118, Ambulan 119, Brigade Siaga Bencana, Bakortanas (Satgas,Satlak), Rumah Sakit, Pramuka dll.

3. Pemeriksaan awal untuk menentukan prioritas (Triage)
Triage ditujukan untuk cenderung melakukan yang baik untuk jumlah besar, Korban-korban dipilih agar segera bisa ditolong sesuai dengan kebutuhannya. Prioritas harus diberikan kepada korban yang terancam kehidupannya dan yang mempunyai kemungkinan besar untuk bertahan bila segera ditolong.
Misalnya digunakan 4 kategori (Singapore) :
Prioritas I : Korban cedera serius/berat (label merah) dengan problem kehidupan terancam memerlukan perhatian segera. Jangan dipindahkan.
Prioritas II : Korban cedera sedang (label kuning) membutuhkan pertolongan cukup segera. Jangan dipindahkan.
Prioritas III : Korban ringan (label hijau). Cedera ringan saja. Bisa dipindahkan.
Prioritas IV : Korban meninggal (label hitam).

4. Penanganan Korban
Pada saat kecelakaan/bencana perlu tindakan segera, padahal biasanya situasinya sangat rawan untuk terjadinya stress. Oleh karena itu diperlukan protokol yang mudah diingat dan dilakukan, seperti ABC yang disarankan oleh American College of Surgeon dan Amerika College of Emergency Physicians, prioritas yang dimaksud adalah :
a. Airway / jalan nafas dan pemeriksaan tulang leher
b. Breathing / pernafasan
c. Circulation / sirkulasi darah
d. Disability assessment / penilaian kecacatan dan status nerologik.
e. Exposure / pajanan (lepaskan baju dan cegah kedinginan)

5. Evakuasi Korban
Dua pertimbangan mendasar yang harus dijaga sewaktu evakuasi, ialah Keselamatan pasien dan kecepatan transportasi

C. Kegiatan Setelah Kecelakaan
Baik pasien maupun petugas penyelamat, sering secara psikologis tertekan stressor kecelakaan tersebut. Hal ini akan membaik setelah beberapa hari, beberapa minggu atau bulan. Perawatan lanjutan termasuk konsultasi dan acara wawancara setelah tugas selesai. Dukungan dari anggota keluarga, teman dan pekerja social yang dapat membesarkan hati sangat diperlukan. Pada pengusutan dan penyelidikan saat setelah kecelakaan, Dokter bersama petugas keselamatan lainnya membantu mengindentifikasi penyebab kecelakaan tersebut, dari faktor manusia atau masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Kelemahan pada kesehatan dan keselamatan kerja serta kurangnya kesiapsiagaan, keduanya memudahkan terjadinya kecelakaan industri bahkan mungkin berkembang menjadi bencana industri.

Kesimpulan
Setiap kecelakaan industri menunjukan gambaran yang sangat bervariasi, tidak ada satu perencanaan bahkan perencanaan multiple, yang dapat menjawab seluruh situasi yang terjadi. Agar dokter perusahaan siap dan mampu melakukan hal yang terbaik saat menghadapi kecelakaan industri perlu mempersiapkan latihan kepemimpinan dan harus bisa menjawab hal yang tak terduga dan tidak diharapkan melalui pemikiran yang jernih dan pandangan yang luas, mengenali lingkungan kerja di industri dengan lebih baik.

Sabtu, 04 Juni 2011

10 Aktifitas Yang Dapat Merusak Otak


Beberapa aktivitas yang kita lakukan ternyata dapat merusak organ tubuh kita yang sangat vitals seperti otak. Ada 10 aktivitas yang bisa merusak kerja otak yang saya kumpulkan dari sebuah forum. Mungkin artikel otak ini bisa membantu anda dalam kehidupan sehari-hari.
Spoiler for otak:

Otak manusia terdiri lebih dari 100 miliar syaraf yang masing-masing terkait dengan 10 ribu syaraf lain. Bayangkan, dengan kerumitan otak seperti itu, maka Anda wajib menyayangi otak Anda cukup dengan menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk yang sering disepelekan.

Otak adalah organ tubuh vital yang merupakan pusat pengendali sistem syaraf pusat. Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh.

Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi. ingatan, pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya.

Sungguh suatu tugas yang sangat rumit dan banyak dan inilah 10 kegiatan yang bisa merusak kerja otak kita

1. Tidak mau sarapan
Spoiler for pict:


Banyak orang menyepelekan sarapan, padahal tidak mengkonsumsi makanan di pagi hari menyebabkan turunnya kadar gula dalam darah. Hal ini berakibat pada kurangnya masukan nutrisi pada otak yang akhirnya berakhir pada kemunduran otak.

2. Kebanyakan makan
Spoiler for pict:

Terlalu banyak makan mengeraskan pembuluh otak yang biasanya menuntun kita pada menurunnya kekuatan mental.

3. MEROKOK
Spoiler for pict:


Merokok ternyata berakibat sangat mengerikan pada otak kita. Bayangkan, otak kita bisa menyusut dan akhirnya kehilangan fungsi-fungsinya. Tak ayal diwaktu tua kita rawan Alzheimer.

4. Terlalu banyak mengkonsumsi gula
Spoiler for pict:
 

Terlalu banyak asupan gula akan menghalangi penyerapan protein dan gizi sehingga tubuh kekurangan nutrisi dan perkembangan otak terganggu.

5. Polusi udara
Spoiler for pict:

Otak adalah bagian tubuh yang paling banyak menyerap udara. Terlalu lama berada di lingkungan dengan udara berpolusi membuat kerja otak tidak efisien.

6. Kurang tidur
Spoiler for pict:


Tidur memberikan kesempatan otak untuk beristirahat. Sering melalaikan tidur membuat sel-sel otak justru mati kelelahan.

7. Menutup kepala ketika sedang tidur
Spoiler for pict:


Tidur dengan kepala yang ditutupi merupakan kebiasaan buruk yang sangat berbahaya karena karbondioksida yang diproduksi selama tidur terkonsentrasi sehingga otak tercemar. Jangan heran kalau lama kelamaan otak menjadi rusak.

8. Berpikir terlalu keras ketika sedang sakit
Spoiler for pict:


Bekerja keras atau belajar ketika kondisi tubuh sedang tidak fit juga memperparah ketidakefektifan otak.

9. Kurangnya stimulasi otak
Spoiler for pict:


Berpikir adalah cara terbaik untuk melatih kerja otak. Kurang berpikir justru membuat otak menyusut dan akhirnya tidak berfungsi maksimal.

10. Jarang bicara
Spoiler for pict:


Percakapan intelektual biasanya membawa efek bagus pada kerja otak.